Kliping Email Group

Artikel: Bagaimana Kita Tahu Kalau Diri Kita Menjadi Manusia Baru?

Share on :
http://emailbisnismarketing.blogspot.com


Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.

Bagaimana kita tahu kalau diri kita menjadi manusia baru? Sebuah pertanyaan tak bermutu. Tapi, mungkin ada gunanya juga jika mencoba menemukan jawabannya. Soalnya, menjadi manusia baru itu tidak seperti memiliki barang baru. Anda bisa memamerkan mobil baru, hand phone baru, atau benda-benda baru kasat mata lainnya. Jadi mengidentifikasi apakah kita menjadi manusia baru atau tidak; bagaimana caranya?

Salah satu kegiatan favorit saya di fitness senter adalah mengikuti Cycling Class. Disana kita bisa mendapat manfaat bersepeda tanpa resiko keserempet kendaraan atau menghisap udara terpolusi. Ketika memasuki kelas, kami semua mendapatkan kejutan. Ternyata semua Spinning bike atau speda statis di kelas itu sudah diganti dengan model baru. Prinsip kerjanya sama saja, namun penampilan dan disainnya benar-benar baru. Kami tentu senang dengan kejutan itu. Tetapi, sekarang kami grogi bagaimana melakukan menyetelan bagian-bagiannya. Meskipun instruktur kami membantu tahapan-tahapannya, namun kami tidak bisa menyembunyikan perasaan aneh itu. Untungnya, semua orang merasakan hal yang sama sehingga tidak ada resiko tengsin disana.

Sambil mengayuh pedal spinner itu saya membiarkan pikiran ini berkeliaran. Mengapa tadi kami begitu canggungnya ketika akan menyetel spinner? Penyebabnya cuma satu; spinner itu bukan yang selama ini kami gunakan. Ah, itu dia. Spinner baru! Mungkin kita bisa menggunakan logika yang sama untuk menentukan apakah kita sedang berubah untuk menjadi manusia baru atau tidak. Setidak-tidaknya, ada beberapa indikasi yang bisa kita periksa.

Pertama, kita tidak sedang berubah untuk menjadi manusia baru ketika hari-hari yang kita jalani tidak memberikan rasa asing kepada diri kita. Rasa asing adalah sensasi yang kita miliki hanya ketika berada pada situasi yang baru. Oleh sebab itu, ketiadaan perasaan asing menandakan bahwa kita sedang menjalani hari-hari yang sama dengan yang sebelum-sebelumnya.

Kedua, kita tidak sedang berubah untuk menjadi manusia baru ketika kita tidak dihinggapi oleh perasaan grogi. Rasa grogi adalah sensasi yang kita miliki hanya ketika berada pada situasi atau berhadapan dengan orang baru. Oleh sebab itu, ketiadaan perasaan grogi juga menandakan bahwa kita sedang berhadapan dengan urusan atau tantangan, atau orang yang itu-itu saja.

Dari kedua hal itu, kemudian saya mendapatkan pelajaran berharga. Saya sering merasa tidak nyaman ketika berada dalam suasana yang serba asing. Padahal ternyata untuk bertumbuh, saya sungguh butuh suasana asing seperti itu. Sebab, jika suasana yang saya hadapi masih yang itu-itu juga, saya hanya akan mendapatkan rasa nyaman. Namun saya kehilangan kesempatan untuk memperoleh hal-hal baru yang bisa memperkaya nilai hidup saya.

Saya juga sering alergi terhadap rasa grogi. Walhasil, saya memilih untuk berinteraksi dan berurusan dengan orang atau tantangan yang itu-itu saja. Ya, yang itu-itu saja. Sebab semua hal yang termasuk dalam kategori itu-itu saja itu memberi saya keyakinan diri yang tinggi; bahwa saya bisa menanganinya dengan sangat baik sekali. Tanpa terasa, saya memenjarakan diri dalam comfort zone yang melenakan.

Setelah menyelesaikan cycling class itu semua orang keluar meninggalkan ruangan. Sebelum pergi, saya kembali menatap spinner-spinner baru itu. Saya mengelus salah satunya sambil setengah bergumam; kamu sudah memberikan kegairahan baru kepada kami hari ini. Aih, memberi kegairahan baru? Bualan macam apa lagi tuch? Sungguh, bualan itu membawa saya kepada penemuan indikasi ketiga yang menandakan kita sedang berubah menjadi manusia baru.

Maka ketiga, kita tidak sedang berubah untuk menjadi manusia baru jika kita tidak mampu memberikan kegairahan baru kepada orang lain yang berada disekitar kita. Seperti halnya spinner baru itu. Karena dia itu baru, maka semua orang di ruangan itu memperoleh semangat baru, gairah baru, dan perasaan indah yang baru.

Barangkali dari semua indikasi itu, maka indikasi yang ketiga adalah yang paling nyata dampaknya. Artinya, ketika kita berhasil membangun kegairahan baru bagi orang-orang di sekitar kita; maka sesungguhnya kita sedang berubah untuk menjadi manusia baru.

Ngomong-ngomong, mengapa kita mesti pusing memikirkan apakah kita berhasil menjadi manusia yang baru atau tidak? Hey, tujuh hari yang lalu; kita semua tenggelam dalam euforia detik-detik pergantian tahun baru. Jika untuk sekedar seremoni simbolik begitu saja kita rela mengalokasi bermacam sumber daya; maka

mengapa kita enggan untuk mengusahakan dan mengupayakan proses pembaharuan didalam diri kita?

Oleh sebab itu, mulai sekarang; jika saya merasa asing. Atau grogi. Saya bertekad untuk tidak khawatir lagi. Karena hal itu baik adanya. Malah sebaliknya, kita perlu mencari rasa itu. Agar bisa berubah untuk menjadi manusia baru. Dan memberi kontribusi lebih banyak lagi. Baik kepada diri sendiri. Maupun orang lain yang berada di sekitar kita.

Hore, Hari Baru!
Dadang Kadarusman
Leadership & People Development Training
www.bukudadang.com dan www.dadangkadarusman.com

0 komentar on Artikel: Bagaimana Kita Tahu Kalau Diri Kita Menjadi Manusia Baru? :

Post a Comment and Don't Spam!