Kliping Email Group

Rasa Takut

Share on :
http://emailbisnismarketing.blogspot.com


Seorang kawan bercerita tentang sebuah kejadian yang sangat tidak biasa. Istrinya takut miskin. Memang dulu mereka berangkat dari nol, lalu sukses, sempat bangkrut, kemudian bangkit dan jaya lagi sampai saat ini. Namun sayang yang terekam dalam bawah sadar istrinya, hanya saat-saat kejatuhan mereka. Trauma kegagalan. Sedangkan bagaimana hebatnya mereka bangkit dan sukses kembali, sama sekali tidak menguatkan kepercayaan diri istrinya. Malam-malam dilalui dengan mimpi buruk. Teramat sering istrinya terbangun tengah malam, karena mimpi buruk, lalu menangis hingga pagi. Nasehat apapun tidak mempan, sehingga ia merasa perlu untuk melakukan cara konyol berikut : mengambil uang sebanyak 1 M dan menghamparkannya dilantai kamar dan rumahnya yang luas. Lalu dengan demikian frustasi berteriak kepada sang istri masih "Ada banyak lagi yang seperti ini di rekening bank kita Ma! Namun yang menghasilkan ini semua adalah yang ada di kepala ini dan TUHAN mengijinkan kita memiliki semuanya ini..jadi jangan takut miskin Maaaa...!!!"


Seorang family dekat, berbadan tegap tinggi besar. Dada berbulu lebat, berjambang dan berkumis tebal. Sekilas wajahnya lebih mirip seorang gerilyawan Taliban, dibanding seorang Indonesia. Waktu itu kami mengajaknya bepergian kesalah satu mall besar di Jakarta, maklum dia adalah orang daerah. Berharap ia akan terkesima melihat pemandangan yang akan kami pamerkan, rupanya yang terjadi justru hal lain. Ketika naik lift dengan dinding kaca tembus pandang, sekonyong-konyong ia tersadar berada di ketinggian, serta-merta berteriak-teriaklah ia ketakutan, bahkan hampir menangis sambil memegangi kami demikian erat. Seisi lift heboh, persis pasar malam yang dimasuki puluhan copet! Rupanya ia takut ketinggian. Akhirnya laki-laki tegap besar dan berbulu itupun keluar dari lift, persis seperti anak anjing kejebur selokan : basah kuyub dengan badan menggigil bukan karena kedinginan, namun karena ketakutan, sembari diiringi tatapan mata seisi lift. Tatapan yang beragam : jengkel, iba, heran dan agak jijik.


Seorang teman yang lain, juga tak kalah uniknya. Ia takut terbang. Jadi setiap akan bepergian jauh, hampir pasti ia akan menelpon atau menghubungiku, hanya sekedar untuk mendapatkan rasa aman. Heran juga..! "Saya tenang kalau sudah bicara dengan Anda", ujarnya dengan nafas lega. Entah apa yang mendudukkan aku demikian penting (enggan menyebutkan kata : jimat) di kepala orang itu, hanya dia yang tahu. Tapi apapun itu, buatku..thats what friend are for ;)


Seorang sahabat yang lain, juga punya ketakutan yang unik. Takut bulu ayam! Berada didekat ular, masih dapat membuatnya tersenyum, namun jika yang datang mendekat adalah ayam, entah itu induknya, ayam jago atau anak ayam yang baru menetas, atau bahkan kemoceng (pembersih berbentuk bulu unggas), reaksinya sungguh tak terduga. Berteriak histeris lalu ngibrit tak terkendali kemana saja asalkan menjauh dari mahluk 'berbulu' itu! Bahkan jika kita mencoba untuk mengejarnya sekedar untuk menakut-nakuti, maka tidak hanya sumpah serapah, intifada (perang batu ala Jalur Gaza) besar kemungkinan akan menjadi bagian Anda.


Sekumpulan mahasiswa, yang sebentar lagi akan lulus kuliah. Kerap kali punya ketakutan tersendiri, terutama tentang pekerjaan. Apakah ia akan mendapatkan pekerjaan diluar sana? Ataukah harus menambah angka pengangguran terselubung, yang sudah semakin tidak dapat disebungi apapun keberadaannya? Bagaimana dengan segenap uang kuliah berjuta-juta yang telah diperjuangkan orang tua? Mau disembunyikan kemana wajah ini, ketika seluruh keluarga tahu, bahwa Sarjana yang dibangga-banggakan ternyata hanya sebegitu saja? Sebuah contoh lagi tentang rasa takut.


Masih banyak ketakutan-ketakutan lain, dan jika harus mendaftarkannya, maka tulisan ini akan berubah menjadi buku ke-2 ku, berjudul : Rasa Takut.


Tapi ada baiknya kita berkaca sebentar, dengan kejadian gempa yang menimpa saudara-saudara kita di Sumatera khususnya di Aceh sana. Apakah rasa takut yang Anda alami, lebih besar dari yang mereka alami.


Tengoklah layar TV. Amati sungguh-sungguh. Aku rasa tidak terlalu sulit untuk dapat melihat bagaimana bahasa tubuh dan ekspresi wajah mereka ketika berlari mengungsi, dengan baju seadanya, membawa lari bayi dan menyeret anak kecil dan orang tua menyelamatkan diri. Melupakan harta benda yang mereka miliki dengan berjerih lelah berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, lalu naik susah payah keatas-atas atap rumah dan mesjid, tergesa-gesa berusaha mencari tempat yang lebih tinggi, kuatir tsunami datang menerjang. Ketakutan atau lebih tepatnya : KENGERIAN melekat jelas disana.


Dan itu tidak terjadi sekali, namun berkali-kali. Setiap saat bisa saja gempa datang berkunjung menghantui.


Jika saat ini, kita berada di kantor, atau ditengah-tengah keluarga, sedang cuti berlibur, atau disekitar meja makan, di depan TV, atau di mall sedang memilih-milih baju atau ber-haha-hihi dengan rekan-rekan kerja di sebuah restauran, dan secara kebetulan membaca tulisan ini, ada baiknya kita memanjatkan doa yang tulus untuk mereka disana.


Seharusnya derita Aceh dan Sumatera tak terhenti hanya sebagai menu percakapan belaka. Namun menghujam lebih dalam lagi kedalam hati dan bawah sadar kita.


Hal yang sama, jika TUHAN menghendaki, sangat mungkin terjadi pada kita. Menimpa kita dan keluarga dan memporak-porandakan seketika hidup kita.


Jadi tunjukan rasa simpati yang tulus lewat doa dan bantuan nyata, dan yang lebih penting dari itu semua : rasa hormat terhadap hidup dan IA, Sang Penguasa Tunggal Kehidupan. Yang Maha Kuat dan Perkasa. Penguasa kedahsyatan alam, langit dan bumi. IA yang berhak menerima segenap rasa takut dan hormat. Bagi DIA-lah seluruh kemuliaan dari selama-lamanya, sampai selama-lamanya.


warm regards,

*Made Teddy Artiana*

0 komentar on Rasa Takut :

Post a Comment and Don't Spam!