Kliping Email Group

Setajam Pedang



Suatu waktu, ada sekelompok anak-anak yang sedang menyimak pelajaran yang sedang diberikan oleh guru mereka di bawah naungan pohon yang rindang. Di antara anak-anak tersebut, tampak seorang kakek tua yang sedang duduk bersantai memperhatikan di sana.


Setelah pelajaran selesai, ada salah seorang pemuda yang melihat kegiatan belajar mengajar itu merasa penasaran, menghampiri lalu bertanya kepada kakek itu:


"Hai Kek, apa kakek ini guru?"


"Bukan dek, kakek bukan guru. Kakek sedang belajar juga sama seperti anak-anak itu" Jawab si kakek.


"Lha, memangnya berapa umur kakek?" Tanya pemuda makin penasaran.

"Umur kakek tepat 10 tahun tahun ini" Jawab si kakek. 


"Haha…. Kakek bisa saja bercandanya! Bukannya 70 tahunan kek?"
"Hehehe, tebakan kamu benar, kalau dihitung dari saat kakek lahir hingga saat ini kamu memang benar. Tapi coba jangan kamu hitung waktu 60 tahun yang telah terlewati. Tapi hitunglah sepuluh tahun terakhir waktu yang kakek lewati ini" Terang si kakek. 


"Memang ada artinya kek?" Tanya pemuda makin penasaran.


"Sejak dari kecil sampai usia kakek 20 tahun kakek malah sibuk bermain dan bersantai, karena semua kebutuhan telah disediakan secara berlimpah oleh orang tua kakek. Padahal saat itu waktu yang terbaik untuk belajar. 20 tahun berikutnya, kakek gunakan untuk berfoya-foya menghamburkan harta yang telah susah payah dikumpulkan oleh orang tua kakek. Padahal saat itu adalah waktu terbaik mengejar karir dan berjuang. 20 tahun berikutnya, kakek gunakan untuk bertamasya, menghabiskan harta yang masih tersisa. Padahal saat itu waktu yang seharusnya kakek gunakan mengumpulkan tabungan sebagai persiapan menghadapi masa pensiun di kala tua kakek. Jadi, bukankah 60 tahun waktu yang telah kulewati itu sia-sia? Tak ada sedikitpun sesuatu yang dapat kupelajari" Jawab kakek sambil menghela napas panjang.

"Terus, dengan sepuluh tahun terakhir masa yang kakek jalani bagaimana?" Tanya pemuda kembali. 
"Dalam waktu 10 tahun terakhir kakek sadar bahwa 60 tahun yang telah kakek lalui tanpa ada maknanya, tanpa tujuan hidup, dan tanpa cita-cita. Tapi sayang, saat kakek tersadar, kakek sudah hidup sebatang kara dan tanpa harta yang tersisa. Untuk menyambung hiduppun kakek masih bergantung kepada belas kasihan orang lain" Jawab kakek dengan mata berkaca-kaca. 

"Jadi anak muda, janganlah kamu hidup seperti kakek ini. Pergunakanlah waktu dengan sebaiknya, karena waktu adalah modal utama yang paling berharga yang dimiliki oleh setiap manusia. Gunakan secara efektif waktu yang kau punya untuk tujuan yang jelas dan untuk berjuang meraih keberhasilan. Kelak di masa tua mu, kamu akan merasa bangga dan bahagia manjalani kehidupan ini" Tutup si kakek mengingatkan. 



-PANTUN HANGOLUAN, TOIS HAMAGOAN-

Pengantar Impian



Di kaki gunung Himalaya, semua reporter yang sudah hadir menunggu berebut mewawancarai Sir Edmund Hillary yang telah kembali dari pendakian ke puncak Mount Everest bersama Tenzing Norgay (seorang pemandu/sherpa). Di antara puluhan reporter yang hadir hanya seorang reporter yang tertarik dan berminat mewawancarai si serpha Tenzing Norgay,


"Apa yang Anda rasakan dengan keberhasilan Anda menaklukkan puncak gunung tertinggi di dunia?" Tanya reporter.


"Sungguh sangat senang sekali rasanya" Jawab Tenzing Norgay.


"Sebagai seorang serpha bagi Sir Edmund Hillary, pastinya posisi Anda berada di depan dia, lalu kenapa bukannya Anda yang menjadi orang pertama yang berhasil menjejakkan kaki di puncak Mount Everest? Bukankah seharusnya begitu?" Tanya reporter kembali.


"Ya, betul sekali. Ketika tinggal satu langkah lagi mencapai puncak, saya mempersilahkan Sir Edmund Hillary untuk menjejakkan kakinya untuk menjadi orang pertama di dunia yang telah berhasil menaklukkan gunung tertinggi di dunia itu" Jawab Tenzig Norway.



"Kenapa Anda lakukan hal tersebut?" Tanya reporter penasaran.


"Karena itu bukan impian saya, itu adalah IMPIAN Edmund Hillary. Impian saya hanyalah berhasil membantu dan mengantarkan dia meraih IMPIANnya" Jawab Tenzig Norway.




Ada sebuah pepatah mengatakan:

"Bila Anda hendak menjadi pahlawan, harus ada orang-orang yang bertepuk tangan di pinggir jalan"

Tidak semua orang di dunia ini mempunyai keinginan & impian menjadi pahlawan seperti Sir Edmund Hillary.


Orang-orang seperti mereka cukup bahagia hanya dengan memberikan pelayanan dan membantu orang lain mencapai mimpinya. Mereka merasa cukup menjadi "orang-orang yang bertepuk tangan saja dipinggir jalan."



Orang-orang seperti mereka kadang diperlakukan layaknya

"telor mata sapi"

Yang lebih tersohor sapinya, dibandingkan ayam yang mempunyai telurnya.



Sudahkah Anda menghargai pengorbanan orang-orang di sekitar Anda (teman, orang tua, saudara) dan berkorban membantu mereka mencapai IMPIANnya?




-Novalia-

Payung Keyakinan


 

Di sebuah desa yang sudah sangat lama tidak di guyur hujan menyebabkan sumber air yang ada mulai mengering sehingga penduduk mulai mengeluh. Lalu diadakanlah rapat desa untuk meminta dan mengundang seorang kyai ternama dan termasyur bersama para santri pesantrennya untuk melakukan shalat meminta hujan (istisqa')dan memanjatkan doa-doa.


Berkumpullah sekitar 500 orang santri yang bersiap melakukan shalat meminta hujan di tanah lapang yang dipimpin oleh sang Kyai. Di antara 500 an santri yang hadir semuanya memegang Al-Quran, namun aneh nya ada 1 orang santri yang membawa Al-Quran dan ... payung!!.


Di samping santri yang membawa payung, ternyata sang kyai juga membawa payung. Sang kyai hanya tersenyum menyaksikan fenomena tersebut. Seusai shalat dan doa bersama, sang kyai mengajukan pertanyaan untuk menguji santri yang membawa payung tersebut.


"Dari 500 an santri yang datang, Saya lihat hanya kamu yang membawa payung, kenapa?" Tanya kyai.


"Karena Saya yakin setelah ini akan turun hujan" Jawab sang santri dengan penuh keyakinan.



--
Sekali waktu perlu bagi kita untuk menguji diri sendiri, dengan mengajukan pertanyaan "apakah kita yakin bahwa kita akan sukses?" Lalu persiapan "payung" apakah yang sudah kita persiapkan sejak saat ini?



Mari, kita persiapkan "payung" kia masing-masing. Semoga Tuhan berkenan medengar dan mengabulkan doa-doa kesuksesan kita.




-John Arianto-

Intiarta Madani Group

Mempercepat Secara Perlahan



Seorang anak muda suatu kali datang kepada guru yang patut dihormati dan bertanya,


"Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mendapatkan penjelasan?"

Guru itu menjawab, "Sepuluh tahun"

Anak muda tersebut keceplosan, "Lama sekali!"

Guru berkata lagi, "Tidak, Aku telah salah. Bagimu akan dua puluh tahun"

Anak muda bertanya lagi, "Mengapa kau menambahinya?"


Guru menjawab, "Pikirkan hal itu, pada kasusmu, mungkin akan sampai 30 tahun" (Philip Kapleau, Reader Digest, 1983)



Sebuah tujuan dapat dicapai pada perjalanan sepuluh tahun tetapi kamu ingin mencapainya hanya dalam sepuluh hari. Ini artinya Anda ingin mencapai tujuan Anda secepat-cepatnya. Tetapi orang tua berkata "Semakin buru-buru tak akan dapat apa-apa".


Seorang penumpang pesawat terbang yang ingin meluncur cepat seperti panah, tanpa membolehkan waktu untuk turun dan berbelok, akan menghadapi banyak rintangan selama penerbangannya. Jauh dari tujuan yang ingin di capai, yakni ingin cepat. Bahkan pesawat itu akan patah dan jatuh di tengah perjalanan. Lalu sang penumpag harus memulai langkahnya dari nol lagi, ia pun harus mengobati lukanya. Semua itu membutuhkan waktu. Andai penumpang itu melakukan penerbangan secara normal, berjalan tidak buru-buru, dia akan mencapai tujuan tepat pada waktunya.


Ketika menunda adalah kesalahan, maka sama salahnya bila terlalu terburu-buru. Semua pekerjaan dapat diselesaikan melalui proses yang seharusnya. Menunda pekerjaan adalah sia-sia dan tidak bertanggung jawab, tetapi melakukannya tanpa perhitungan dan hati-hati merupakan tanda ketidaksabaran yang merusak.



Sukses bermodal Kegagalan

-Maulana Wahiddin Khan-
Enhanced by Zemanta

Rahasia Sebuah Kesempatan



Di suatu pagi di dekat sebuah pasar, nampak seorang pemuda sedang tidur bermalas-malasan. Meski pasar terlihat ramai dengan para penjual dan pembeli yang berlalu lalang, pemuda itu begitu tenang berasyik masyur dengan kemalasannya. Dihadapannya kebetulan lewat seorang pedagang yang telah berhasil menjual barang dagangannya. Pedagang itu nampak heran dengan tingkah laku pemuda tersebut, dihampirinya dan lalu bertanya:



"Wahai anak muda, tidakkah kau lihat pagi begitu indah. Semua orang begitu sibuk berjual beli, lalu mengapa kau menyia-nyiakan waktu dan hanya tidur-tiduran di sini?"



"Aku sedang menunggu kesempatan" Jawab pemuda itu dengan suara malas sambil memicingkan sebelah matanya.



"Memangnya kamu tahu bentuk kesempatan yang sedang kamu tunggu itu?" Tanya pedagang dengan rasa heran.



"Tidak" Jawab pemuda sambil menggelengkan kepala



"Kata orang aku harus menunggu kesempatan datang, baru kemudian nasibku akan bisa berubah menjadi baik. Sehingga aku bisa sukses, bisa kaya, dan bisa memiliki apa saja yang ku inginkan. Oleh karena itulah aku menunggu dengan sabar kesempatan itu datang di sini" Jelas pemuda.



"Kalau bentuknya saja kamu tidak tahu, untuk apa kamu tunggu?" Baiknya kamu ikut bersama ku melakukan hal yang berguna. Pasti kelak nasibmu akan berubah jika kamu mau belajar mengikuti jejakku" Ajak pedagang.



"Ah, banyak omong.... Sudah pergi sana! Jangan mengganggu terus!" hardik si pemuda dengan nada kesal.



Si pedagang pun buru-buru pergi meninggalkan pemuda itu sendirian sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.



Beberapa menit setelah pedagang itu pergi, datanglah seorang kakek menghampiri pemuda tersebut. Kakek tua itu masih sempat memandangi langkah kepergian si pedagang. Lalu ia palingkan wajah ke pemuda yang dihampirinya.



"Sudahkah kamu mendapatkan kesempatan yang kamu tunggu di tempat ini dengan tidur bermalas-malasan seperti itu?" Tanya kakek tua yang sempat mendengarkan percakapan tadi.



"Belum" Jawab pemuda dengan nada malas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.



"Bukannya baru saja kesempatan itu menghampirimu? Lalu kenapa kamu usir, bukannya kamu tangkap" Tanya kakek tua.



"Apakah kamu tidak tahu, yang baru saja kamu usir tadi adalah seorang pedagang besar kaya raya dari negeri seberang. Kenapa kamu tolak ajakannya?" Si kakek menerangkan sambil keheranan.



Mendengar penjelasan kakek tua itu, si pemuda seperti baru tersadar bangun dari mimpinya. Lalu Ia pun bergegas bangkit dan berteriak - teriak memanggil si pedagang tadi. Sayangnya pedagang itu sudah terlalu jauh berlalu dari pandangan matanya.



"Tidak ada gunanya teriak-teriak, kesempatan yang kamu tunggu sudah berlalu" Ujar si kakek.



Pemuda itu tampak sedih dan terlihat ingin menangis. Ia begitu tertunduk lesu setelah melewatkan kesempatan yang di tunggu, dan tak tahu harus berbuat apa lagi untuk medapatkannya. Semua penantiannya menjadi sia-sia karena jalan pikirannya yang sempit.



Dibalut rasa iba, kakek tua memberikan nasehat kepadanya "Jika kamu ingin mendapatkan kesempatan, maka cari tahu rahasianya. Yang harus kamu tahu, kesempatan itu takkan bisa kamu tangkap jika kamu tidak mengenalinya. Kesempatan belum tentu datang di saat kamu serius menginginkannya, tapi kadang kesempatan itu datang menghampiri disaat kamu tidak serius. Seperti saat dia datang tadi, kamu tidak mengenalinya, akhirnya dia hanya berlalu begitu saja dan belum tentu akan kembali lagi".



"Lalu, aku harus bagaimana? Apakah seumur hidup aku tidak akan memiliki kesempatan lagi?" tanya si pemuda dengan penuh rasa penyesalan.



"Kakek akan memberitahukan mu satu rahasia lagi. Kesempatan yang datang menghampiri pada setiap orang tidak hanya sekali seumur hidup. Bila kesempatan yang satu telah terlewatkan, suatu saat nanti pasti akan datang kesempatan lain. Yang pasti kesempatan itu tidak datang dengan sendirinya. Kesempatan harus diciptakan dan diperjuangkan." Terang kakek.



"Baiklah, Kek. Aku akan berusaha mencoba mengikuti nasehatmu," janji pemuda.



"Kamu juga harus tahu, tidak ada satu waktu pun yang benar-benar tepat untuk memulai mencari dan menemukan kesempatan. Oleh karena itu, janganlah kamu hanya menunggu. Mulai sekarang, detik ini! Mulailah berusaha, bekerja, berjuang dan kesempatan pasti akan tiba pada waktunya. Dan saat kesempatan tiba di hadapanmu, kamu telah siap menyambutnya." Tambahan nasehat dari si kakek.

Dilingkupi rasa gembira, pemuda itu mengucapkan banyak terima kasih, walaupun terasa penyesalan di dalam hatinya karena sudah melepaskan kesempatan yang ada di depan matanya.



Kadang, kesempatan yang kita temukan dalam hidup tampak sepele sekali. Namun jangan coba meremehkan sekecil apapun kesempatan itu. Suatu pencapaian yang besar justru seringkali diawali dari kesempatan-kesempatan kecil yang biasanya terlewatkan oleh banyak orang. Hanya orang-orang yang dapat mengenali kesempatanlah yang akan mendapatkan manfaat terbesar darinya. Merekalah yang sering disebut sebagai orang-orang yang beruntung.



--
-Andrie Wongso-

Bersabar


 

Bangun di pagi hari dalam keramaian kicau burung, seseorang memperhatikan pecahan telur yang berada di atas tanah. Tampak jelas, pecahan itu berasal dari sebuah sarang yang dibuat oleh burung gereja, di bawah langit-langit rumahnya yang mewah. Lelah membersihkan lantai dari pecahan telur, kemudian dengan jijik memperhatikan jerami yang selalu mengotori lantainya, orang tersebut berdiri pada sebuah mebel, dan menyapu sarang dari tempatnya. Kemudian dia menghabiskan beberapa waktu berusaha membersihkan seluruh tempat di mana burung gereja membuat sarangnya.



Tepat hari berikutnya, orang itu mendapati lebih banyak jerami mengotori lantai yang baru dia bersihkan. Ketika ke atas, dia melihat bahwa burung-burung kembali memabangun sarangnya di atap rumahnya. Dia merasa menjadi gila dengan kicauan mereka, dan keributan yang terus menerus merkea buat. Sehingga dia merusak sarang baru itu sebelum sempurna. Dia pikir cara itu dapat membuat burung pergi selamanya.



Namun tragedi penghancuran sarang, hanya memacu burung-burung untuk berusaha lebih keras dan menunjukkan hasrat yang besar. Burung-burung itu bekerja lebih cepat dari sebelumnya. Mereka tidak sedikitpun menyia-nyiakan waktu untuk meratapi kehilangan mereka. Mereka tidak pula pergi untuk mengumpulkan seluruh burung untuk membuat serangan bersama ke rumah tersebut. Mereka terbang seperti biasa, pergi dan datang ke rumah dengan membawa jerami baru secara sungguh-sungguh, terus menerus dan menyusunnya pada tempatnya.



Cerita yang sama ini terulang dari hari ke hari, selama lebih dari satu bulan. Pemilik rumah akan menghancurkannya sambil marah-marah, dan waktu berikutnya burung-burung akan muncul dengan jerami di paruh untuk memulai pekerjaan lagi. Tampaknya usaha mereka sia-sia. Namun di luar perkiraan, mereka terus-menerus melakukan pekerjaan itu. Itu merupakan 'jawaban' burung terhadap kebencian orang tersebut yang tidak berkurang. Bahkan, meski orang itu tampak lebih kuat ketimbang dari sang burung, toh sang burung tetap berusaha mengalahkannya. Akhirnya, perjuangan sunguh-sungguh mereka, membuat orang tersebut menyerah. Orang tersebut sadar, bahwa halangannya sia-sia belaka. Dia berhenti merusak sarang burung tersebut.



Sekarang burung-burung itu telah menyempurnakan sarang dan dengan sukses meletakkan dan mengerami telornya. Kicauan mereka tak lagi membuat marah orang tersebut. Dia berhenti memikirkan mereka, karena mereka telah memberinya pelajaran yang tak ternilai. Yaitu "Jangan pernah membenci musuh Anda. Dalam segala keadaan, dalam kegiatan konstruktif, kesabaran diperlukan. Akhirnya Anda akan memperoleh kemenangan.





Sukses Bermodal Kegagalan


-Maulana Wahiddin Khan-
Enhanced by Zemanta